A.
Latar Belakang
Membaca dan menulis merupakan dua
aspek kemampuan berbahasa yang saling berkaitan, dan tidak terpisahkan pada
waktu guru mengajar. Mengembangkan kemampuan siswa dapat dilakukan dengan
merancang strategi pembelajaran yang tepat. Savage mengemukakan bahwa membicarakan
dan mendiskusikan, menyimak, berbicara, membaca dan menulis secara terpisah
merupakan hal yang wajar dan terlalu dibuat-buat, sebab sebenarnya keempat
kemampuan itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan bagaimana
melakukan kegiatan membaca secara efektif, sehingga waktunya tidak banyak
terbuang. Oleh sebab itu, berlatih membaca dapat dilakukan secara bebas dan
bersifat individual, dapat pula dilakukan secara terstruktur dan terbimbing
(Haryadi & Zamzami, 1996/1997)
Dalam kegiatan membaca siswa sering
menghadapi bebagai kesulitan sehingga siswa perlu diberikan bimbingan, dari
guru sebagai pendidik. Kemampuan membaca dalam membaca permulaan siswa-siswa
kelas rendah dalam hal ini kelas II, benar-benar memerlukan perhatian dari
guru. Sebab jika dasar membaca permulaan tidak kuat, maka pada tahap membaca
lanjut siswa akan mengalami kesulitan. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih
(1996p1997) mengemukakan bahwa membaca sangat diperlukan setiap orang yang
ingin memperluas pengetahuan dan pengalaman, mempertinggi daya piker,
mempertajam penalaran, dan untuk mencapai kemajuan dan peningkatan diri. Oleh
sebab itu bagaimanapun guru kelas II SD haruslah berusaha agar sungguh-sungguh
ia dapat memberikan dasar kemampuan membaca yang memadai kepada siswa-siswa.
Hal itu akan dapat terwujud melalui
pelaksanaan pembelajaran membaca permulan yang baik. Untuk dapat melaksanakan
pembelajaran secara baik mengenai materi
maupun metode. Pengajaran membaca permulaan lebih ditekankan pada pengembangan
kemampuan membaca. Sabarti Akhadiah, dkk (1992:27) mengemukakan bahwa siswa
dituntut untuk dapat menyuarakan kalimat-kalimat yang disajikan dalam bentuk
tulisan. Dengan kata lain, siswa dituntut mampu menjelaskan bentuk-bentuk
tulisan dalam bentuk lisan. Dalam hal
ini tercatat pula aspek-aspek cara membaca. Siswa harus dapat membaca wacana
dengan lancer, bukan hanya membaca kata-kata ataupun mengenali huruf-huruf yang
ditulis. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa tujuan
pengajaran membaca permulaan agar siswa memiliki kemampuan memahami dan
menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat
membaca lanjut.
Oleh sebab itu, maka efektifitas guru
dalam membimbing keterampilan siswa dalam membaca permulaan sangat dibutuhkan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai
berikut:
1. Faktor- faktor apa saja
yang menyebabkan siswa kelas II SD mengalami kesulitan dalam membaca permulaan
2. Bagaimana bimbingan yang
diberikan oleh guru terhadap siswa kelas II SD dalam membaca permulaan
C.
Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Secara umum penulisan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektifitas bimbingan guru terhadap
keterampilan membaca permulaan di kelas II SD. Sedangkan secara khusus
penulisan makalah ini bertujuan untuk:
a) Menggambarkan
faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan dari siswa-siswa dalam membaca
permulaan
b) Mengetahui bagaimana cara
seorang guru membimbing siswa yang belum dapat membaca.
2. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Sebagai masukan dalam
usaha meningkatkan pemahaman tentang pembelajaran membaca permulaan yang baik
dan benar di SD
b) Sebagai latihan bagi
penulis dalam usaha menyatakan serta menyusun buah pikiran secara tertulis dan
sistematis dalam bentuk karya ilmiah.
D.
Kajian Teori
1.
Pengertian Membaca
Membaca adalah salah satu
keterampilan yang berkaitan erat dengan ketarampilan dasar terpenting pada
manusia, yaitu berbahasa. Dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi dengan
sesamanya. Ada pendapat beberapa ahli tentang kegiatan membaca. Heilman dalam
Suwaryono (1989:14) mengemukakan bahwa “membaca adalah proses mendapatkan arti
kata-kata yang tertulis”. Hal ini juga senada dengan apa yang diungkapkan oleh
Anderson & Richard sebagai berikut: “membaca adalah proses membentuk arti
dari teks-teks tertulis” (Suwaryono, 1989:15)
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut
diatas, maka dapat dikatakan bahwa membaca tidak hanya berarti mampu
menyebutkan kata-kata tetapi juga berarti mampu menghubung-hubungkan kata-kata
dalam dalam cara yang bermakna.
2.
Membaca Permulaan
Di kelas I dan II Sekolah Dasar,
kemampuan berbahasa itu meliputi kemampuan membaca, menulis/mengarang, dan
imla/dikte dengan menggunakan tata bahasa Indonesia baku (Tarigan, 1984).
Dengan demikian pembelajaran bahasa Indonesia pada kelas awal dapat dimulai
dengan kegiatan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana. Kemampuan itu dapat
digali dari pengetahuan dan pengalaman berbahasa pada siswa. Pembelajaran
membaca dapat ditumbuhkan melalui kegiatan bercakap/berbicara, imla dan
menulis.
Untuk melaksanakan pengajaran membaca
permulaan dikembangkan beberapa metode (Darmiyati & Budiasih, 1996/1997)
sebagai berikut:
a.
Metode Abjad
Metode ini dimulai dengan pengenalan abjad “ a, b, c,
d “dan seterusnya. Penggunaan metode ini menimbulkan kecenderungan untuk
mengeja, yaitu membaca huruf demi huruf.
b.
Metode Bunyi
Pelaksanaannya hamper sama dengan metode abjad, tetapi
huruf tidak disebut dengan nama abjadnya, melainkan dengan bunyinya. Metode ini
menggunakan kata-kata lepas untuk latihan membaca. Misalnya:
Ma – ma
Na – ma
I – na
c.
Metode kupas rangkai suku kata
Metode ini dimulai dengan pengenalan suku kata,
contoh: ma ta – ma ta. Untuk memperkenalkan kata pada siswa diurai menjadi
huruf, kemudian huruf dirangkaikan menjadi suku kata. Misalnya kata “nina”
menjadi ni-na---n i n a- nina.
d.
Metode global
Metode ini timbul karena ada pengaruh
aliran psikologi Gestalt. Menurut aliran ini, suatu kesatuan lebih bermakna
dari pada jumlah bagian-bagiannya (Darmiyati & Budiasih, 1996/1997).
Penggunaan metode ini yaitu siswa diperkenalkan dengan beberapa kalimat,
kemudian mereka membacanya. Setelah itu salah satu kalimat diambil untuk
diuraikan menjadi kata, kemudian kata diuraikan menjadi suku kata dan akhirnya
menjadi huruf-huruf. Dengan pengenalan suku kata, kata dan huruf, siswa dapat
membaca kata-kata dan kalimat yang mengandung huruf-huruf tersebut. Penerapan
metode ini mengakibatkan siswa hanya cenderung untuk menghafal kalimat.
Adapun langkah-langkah pembelajaran
membaca permulaan adalah sebagai berikut:
a)
Langkah I
Menentukan tujuan pokok bahasan. Tujuan tersebut dapat
diambil dari Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Contoh adalah sebagai
berikut:
Pokok bahasan :
Membaca permulaan
Uraian : Membaca
permulaan proses deskripsi tentang lingkungan keluarga yang menekankan pada
huruf “O” dan huruf “I”.dalam uraian tersebut yaitu kemampuan membaca permulaan
dan kemampuan melafalkan.
b)
Langkah II
Langkah berukit ini yaitu, mengembangkan bahan-bahan
bacaan pelajaran. Caranya adalah harus memperhatikan huruf apa saja yang
diajarkan. Dalam hal ini guru menyediakan kartu-kartu “kata” dan “huruf”.
Disamping itu, guru harus menyiapkan gambar-gambar yang sesuai dengan kata.
Misalnya, kata “papa” dan kata “bola”. Disamping kata papa dan kata bola itu
hendaknya ada gambar seorang ayah dan gambar sebuah bola.
c)
Langkah III
Dalam hal ini guru harus menentukan metode yang akan
digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan.
d)
Langkah IV
Dalam langkah ini, guru membuat kombinasi baru dengan
kata, maupun suku kata dan huruf. Siswa diajak bermain dengan kata-kata
tersebut. Misalnya membentuk suku kata ataupun kalimat, dengan huruf yang telah
diajarkan oleh guru. Huruf-huruf tersebut adalah: a,I,n,m,e,p,u,b,o dan i.
Siswa disuruh membuat berbagai kombinasi huruf sesuai dengan kata yang telah dikenalnya.
Misalnya: “budi”, “didi”, “bali”, “ani” dan seterusnya. Disamping itu guru
harus juga menyediakan macam-macam gambar atau benda yang sesuai dengan
kata-kata tersebut.
e)
Langkah V
Guru menggunakan berbagai cara untuk pembelajaran
membaca permulaan tersebut. Misalnya menyuruh siswa membaca kalimat baru yang
menggunakan huruf-huruf yang sudah diajarkan. Memasang kartu kata atau kalimat
dibawah gambar yang sesuai dengan kata atau kalimat. Hal tersebut dilakukan
berulang-ulang sehingga siswa mengenal kata atau kalimat secara tepat dan
benar. Apabila siswa sudah dapat membacanya kemudian memperkenalkan kata-kata
atau kalimat-kalimat tersebut dengan “tulisan tegak bersambung”. Apabila guru
terus menerus mensosialisasikan langkah-langkah membaca permulaan tersebut,
maka dapat dikatakan siswa akan paham dalam membaca permulaan.
E.
Pembahasan
1.
Efektifitas bimbingan guru dalam membaca permulaan
Sebelum lanjut dengan pembahasan
bagaimana guru membimbing siswa dalam membaca pemulaan, baiklah diketahui lebih
dahulu apa yang dimaksud dengan kata efektifitas dan bimbingan. Efektifitas
menurut KBBI (1995) yaitu keadaan yang menunjukkan sejauh mana pengaruh dari
apa yang direncanakan dan dilaksanakan. Sedangkan bimbingan dapat diartikan
sebagai bantuan yang diberikan kepada individu-individu dalam menentukan
pilihan-pilihan dengan mengadakan berbagai penyesuaian secara bijkasana dengan
lingkungannya (Djumhur & Surya, 1975:10).
Jadi yang dimaksud dengan efektifitas
bimbingan guru adalah bagaimana cara guru memberikan bantuan yang tepat dalam
membelajarkan siswa dalam hal ini pada membaca permulaan. Dalam pembelajaran
membaca permulaan, guru hendaknya dapat menciptakan situasi yang dapat
merangsang siswa untuk membaca. Guru dapat mengali minat, kebutuhan, dan bakat
membaca para siswa. Pembelajaran hendaknya didasarkan pada potensi yang
dimiliki oleh para siswa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (1984),
bahwa kemampuan membaca seseorang tidaklah diperoleh begitu saja tetapi melalui
belajar dan latihan, bimbingan dari guru yang berwenang dan memiliki kualitas.
Jadi semakin banyak guru mengadakan kegiatan membimbing , maka akan semakin
baik pula kemampuan membaca siswa.
Agar kemampuan membaca dapat
terlaksana secara baik, maka pada kegiatan pembelajaran membaca permulaan
pertama hendaknya guru bercakap-cakap dengan siswa untuk mengetahi latar
belakang pengalaman membaca. Kemudian guru merangsang proses berpikir siswa
untuk mengungkapkan pengalaman membaca mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui
bertanya jawab, bercerita, menunjukkan gambar, menunjukkan benda. Kemudian
siswa dibimbing untuk dapat mengungkapkan idenya dalam bentuk kata atau
kalimat. Guru menuliskan kalimat-kalimat yang diungkapkan oleh siswa di papan
tulis, dengan maksud untuk mengenalkan tulisan dan cara menulis kepada siswa.
Guru harus tetap memberikan penguatan atas kalimat atau kata dari siswa. Semua
siswa diberikan kesempatan untuk membaca di papan tulis. Apabila hal ini
dilakukan secara terus menerus, maka pembelajaran membaca permulaan akan terlaksana
secara baik dan tepat.
2.
Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan dalam membaca
permulaan:
a)
Siswa tidak dapat membedakan huruf
Pada umumnya
para siswa mengacaukan huruf d dan b, huruf k dan h. dimana siswa tidak dapat
melakukan decoding, yaitu membaca
tulisan dengan bunyinya. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya guru
menyiapkan dua buah kartu yang bertuliskan huruf d dan huruf b, atau kartu yang
bertuliskan huruf k dan huruf h, kemudian siswa disuruhmembaca huruf-huruf
tersebut secara berulang-ulang sesuai bunyinya. Mula-mula secara perlahan
kemudian makin lama makin cepat.dengan cara ini siswa akan dapat membedakan
huruf-huruf tersebut. Cara yang lain adalah siswa disuruh mengamati tiap dan kemudian menuliskan bentuk huruf tersebut
di papan tulis. Selanjutnya guru hanya menyebutkan huruf tanpa memperlihatkan
kartu huruf dan siswa diminta untuk menuliskannya kemudian membacanya.
b)
Tidak dapat mengucapkan kata dengan benar
Di kelas II SD banyak ditemukan siswa
yang tidak dapat mengucapkan kata dengan benar dalam hal ini salah satu ucap
misalnya kata “ya” diucapkan “iyo”. Pengucapan yang salah ini disebabkan karena
pengaruh dialek daerahnya. Selain itu ditemui juga siswa yang tidak mampu
mengucapkan kata secara benar karena kelainan alat ucapnya atau keterlambatan
perkembangan jasmaninya ataupun intelektualnya. Untuk mengatasi hal ini,
hendaknya guru selalu memberikan contoh yang tepat pada pengucapan kata-kata,
disaat kegiatan hindari pelafalan kata-kata dengan menggunakan dialek bahasa
daerah setempat.
c)
Melompati bagian yang harus dibaca
Hal ini terjadi karena siswa tidak
dapat memindahkan tatapan mata dengan tepat dari kiri kekanan secara teratur sesuai dengan urutan tulisan
yang harus dibaca. Akibatnya siswa tidak dapat membaca tulisan secara
keseluruhan, tetapi hanya membaca yang kebetulan dilihatnya. Misalnya kalimat
“ibu Didi membawa baju”. Siswa hanya membaca “ibu membawa baju” kata Didi
terlepas dari tangkapan matanya. Cara guru untuk mengatasi hal ini adalah guru
membacakan sebuah cerita pendek secara berulang kemudian siswa disuruh
memperhatikan secara seksama. Setelah itu guru menunjuk siswa-siswa secara
bergantian membacakan kembali cerita tersebut sambil guru memperhatikannya. Hal
tersebut harus dilaksanakan secara berulang-ulang sampai siswa dapat membaca
tanpa ada kata yang terlewati. Dalam kegiatan pembelajaran ini diperlukan
kesabaran seorang guru dalam membimbing siswanya.
d)
Membaca dengan menghafal
Banyak didapati siswa yang cara
membacanya nyaring dan cepat. Siswa membaca dengan lancer seperti bernyanyi
atau bercerita dari awal sampai akhir bacaan. Namun setelah guru menunjuk
kata-kata dan kalimat-kalimat secara acak, kemudian menyuruh membacanya
ternyata siswa tidak dapat membacanya. Jadi ternyata siswa-siswa tersebut
membaca tanpa melihat tulisan yan dibacanya, dalam hal ini siswa-siswa tersebut
membaca dengan menghafal saja. Untuk mengatasi hal hal tersebut guru hendaknya
membuat katu kata atau kartu kalimat yang sesuai dengan kalimat-kalimat dalam
bacaan. Demikian pula guru hendaknya menyiapkan alat peraga langsung ataupun
gambar-gambar yang sesuai dengan isi bacaan. Disaat membacakan kartu kata atau
kalimat hendaknya guru meletakkan kartu-kartu tersebut dibawah alat peraga
langsung maupun yang berbentuk gambar-gambar. Disaat guru membaca, siswa-siswa
harus memperhatikan. Untuk selanjutnya gambar dihilangkan dan siswa disuruh
membacanya. Untuk mengetahui apakah benar-benar siswa sudah tahu membaca maka
guru mengacak kartu-kartu kata maupun kalimat kemudian menyuruh siswa mencari
kata atau kalimat yang sesuai dengan apa yang dibaca oleh guru. Apabila hal
tersebut dilakukan secara berulang, maka siswa tidak lagi membaca dengan cara
menghafal tetapi sudah benar-benar mengenal kata atau kalimat yang dibaca. Hal
ini dapat dilakukan secara perorangan, kelompok maupun klasikal.
e)
Kesulitan dalam intonasi
Hal ini terjadi pada siswa yang belum
paham arti tanda baca seperti: titik (.), koma (,), tanda seru (!), tanda Tanya
(?). Akibatnya siswa tidak dapat mengatur alunan suara baik tinggi maupun
rendah, sehingga disaat membaca dari awal sampai akhir tanpa ada intonasi.
Dalam menghadapi siswa yang kesulitan dalam intonasi caranya guru menceritakan
suatu wacana dimana dalam wacana tersebut ditemui tanda-tanda baca. Dalam
membacakan waacana tersebut, guru harus menjelaskan dan memberikan contoh
intonasi bila ditanda titik harus berhenti, demikian pula ditanda-tanda bacaan
yang lain.sesudah itu guru memanggil beberapa orang siswa untuk
mendemonstrasikan bagaimana cara membaca apabila menemui tanda titik, koma,
tanda tanya, tanda seru. Apabila terdapat kekeliruan maka guru langsung
memperbaikinya. Hal tersebut dapat dilakukan berulang kali sehingga siswa dapat
membedakan arti tanda-tanda baca tersebut.
f)
Faktor lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi siswa
dalam belajar, dimana kalau tidak ada motivasi dari orang tua ataupun keluarga
lainnya siswa tidak akan bersemangat ataupun tidak termotivasi untuk belajar
membaca. Demikian pula lingkungan sekolah sangat berperan dalam menunjang siswa
dalam belajar membaca. Apabila penggunaan strategi dan metode mengajar yang
diterapkan oleh guru tidak tepat, maka akan menyebabkan kesulitan dalam membaca
permulaan.
Untuk itu di dalam rumah hendaknya
orang tua menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta pemberian
bimbingan yang terus menerus. Dalam lingkungan sekolah juga guru harus pandai
memilih strategi dan metode pembelajaran yang tepat agar siswa mudah menyerap
apa yang diajarkan oleh guru.
F.
Kesimpulan dan Saran
1.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan oleh penulis
adalah sebagai berikut:
a) Dalam pembelajaran membaca
permulaan digunakan beberapa metode yaitu:
ü Metode abjad
ü Metode bunyi
ü Metode kupas rangkai kata
ü Metode global
b) Faktor-faktor yang
menyebabkan kesulitan membaca permulaan:
Ø Siswa tidak dapat
membedaka huruf
Ø Siswa tidak dapat
mengucapkan kata dengan benar
Ø Melompati bagian yang
harus dibaca
Ø Membaca dengan menghafal
Ø Kesulitan dalam intonasi
Ø Faktor lingkungan
c) Dalam membaca permulaan bimbingan guru sangat
berperan terhadap keberhasilan siswa. Karena dengan diberikan bimbingan yan
efektif maka siswa dapat mengembangkan kemampuan dan kecakapannya secara penuh
sesuai dengan apa yang diinginkan.
2.
Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah
sebagai berikut:
Ø Untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam membaca permulaan khusus di kelas II, hendaknya guru
memperhatikan kesulitan-kesulitan dalam membaca permulaan yang dihadapi oleh
siswa. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut hendaknya guru memberikan
bimbingan secara terus menerus
Ø Materi pembelajaran
membaca permulaan di kelas II SD hendaknya dipersiapkan secara matang dengan
memperhatikan strategi dan metode pembelajaran yang baik dan tepat
Ø Dalam pembelajaran membaa
permulaan hendaknya banyak mennggunakan alat peraga, agar siswa selalu
terangsang untuk belajar membaca.
Daftar Pustaka
Darmiyati, Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997. Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di
kelas rendah. Jakarta: Depdikbud.
Djumhur dan Surya. 1975. Bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Haryadi dan Zamzani. 1996/1997. Peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Sabarti, Akhadiah, dkk. 1991/1992. Bahasa Indonesia I, II, III. Jakarta:
Depdikbud, Dikti, pembinaan tenaga kependidikan.
Suwaryono, Wirjodijoyo. 1989. Membaca: strategi pengantar dan tekniknya. Jakarta: Depdikbud,
Dikti.
Tarigan, Henry G. 1984. Keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa
Wawan, Gunawan. 1994. Model pengajaran membaca permulaan. Jambi: Universitas Jambi.
Wardani. 1995. Pengajaran
bahasa Indonesia bagi anak yang berkesulitan belajar. Jakarta: Depdikbud,
Dikti, proyek pendidikan tenaga guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar