Selasa, 28 Mei 2013

Efektifitas bimbingan guru terhadap keterampilan membaca permulaan di kelas II SD


A.    Latar Belakang
Membaca dan menulis merupakan dua aspek kemampuan berbahasa yang saling berkaitan, dan tidak terpisahkan pada waktu guru mengajar. Mengembangkan kemampuan siswa dapat dilakukan dengan merancang strategi pembelajaran yang tepat. Savage mengemukakan bahwa membicarakan dan mendiskusikan, menyimak, berbicara, membaca dan menulis secara terpisah merupakan hal yang wajar dan terlalu dibuat-buat, sebab sebenarnya keempat kemampuan itu merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan bagaimana melakukan kegiatan membaca secara efektif, sehingga waktunya tidak banyak terbuang. Oleh sebab itu, berlatih membaca dapat dilakukan secara bebas dan bersifat individual, dapat pula dilakukan secara terstruktur dan terbimbing (Haryadi & Zamzami, 1996/1997)
Dalam kegiatan membaca siswa sering menghadapi bebagai kesulitan sehingga siswa perlu diberikan bimbingan, dari guru sebagai pendidik. Kemampuan membaca dalam membaca permulaan siswa-siswa kelas rendah dalam hal ini kelas II, benar-benar memerlukan perhatian dari guru. Sebab jika dasar membaca permulaan tidak kuat, maka pada tahap membaca lanjut siswa akan mengalami kesulitan. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996p1997) mengemukakan bahwa membaca sangat diperlukan setiap orang yang ingin memperluas pengetahuan dan pengalaman, mempertinggi daya piker, mempertajam penalaran, dan untuk mencapai kemajuan dan peningkatan diri. Oleh sebab itu bagaimanapun guru kelas II SD haruslah berusaha agar sungguh-sungguh ia dapat memberikan dasar kemampuan membaca yang memadai kepada siswa-siswa.
Hal itu akan dapat terwujud melalui pelaksanaan pembelajaran membaca permulan yang baik. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran secara baik mengenai  materi maupun metode. Pengajaran membaca permulaan lebih ditekankan pada pengembangan kemampuan membaca. Sabarti Akhadiah, dkk (1992:27) mengemukakan bahwa siswa dituntut untuk dapat menyuarakan kalimat-kalimat yang disajikan dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, siswa dituntut mampu menjelaskan bentuk-bentuk tulisan  dalam bentuk lisan. Dalam hal ini tercatat pula aspek-aspek cara membaca. Siswa harus dapat membaca wacana dengan lancer, bukan hanya membaca kata-kata ataupun mengenali huruf-huruf yang ditulis. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa tujuan pengajaran membaca permulaan agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut.
Oleh sebab itu, maka efektifitas guru dalam membimbing keterampilan siswa dalam membaca permulaan sangat dibutuhkan.  

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1.    Faktor- faktor apa saja yang menyebabkan siswa kelas II SD mengalami kesulitan dalam membaca permulaan
2.    Bagaimana bimbingan yang diberikan oleh guru terhadap siswa kelas II SD dalam membaca permulaan

C.     Tujuan dan Manfaat
1.    Tujuan
Secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efektifitas bimbingan guru terhadap keterampilan membaca permulaan di kelas II SD. Sedangkan secara khusus penulisan makalah ini bertujuan untuk:
a)    Menggambarkan faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan dari siswa-siswa dalam membaca permulaan
b)    Mengetahui bagaimana cara seorang guru membimbing siswa yang belum dapat membaca.
2.    Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a)    Sebagai masukan dalam usaha meningkatkan pemahaman tentang pembelajaran membaca permulaan yang baik dan benar di SD
b)    Sebagai latihan bagi penulis dalam usaha menyatakan serta menyusun buah pikiran secara tertulis dan sistematis dalam bentuk karya ilmiah.

D.    Kajian Teori
1.         Pengertian Membaca
Membaca adalah salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan ketarampilan dasar terpenting pada manusia, yaitu berbahasa. Dengan bahasa manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya. Ada pendapat beberapa ahli tentang kegiatan membaca. Heilman dalam Suwaryono (1989:14) mengemukakan bahwa “membaca adalah proses mendapatkan arti kata-kata yang tertulis”. Hal ini juga senada dengan apa yang diungkapkan oleh Anderson & Richard sebagai berikut: “membaca adalah proses membentuk arti dari teks-teks tertulis” (Suwaryono, 1989:15)
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa membaca tidak hanya berarti mampu menyebutkan kata-kata tetapi juga berarti mampu menghubung-hubungkan kata-kata dalam dalam cara yang bermakna.

2.         Membaca Permulaan
Di kelas I dan II Sekolah Dasar, kemampuan berbahasa itu meliputi kemampuan membaca, menulis/mengarang, dan imla/dikte dengan menggunakan tata bahasa Indonesia baku (Tarigan, 1984). Dengan demikian pembelajaran bahasa Indonesia pada kelas awal dapat dimulai dengan kegiatan kemampuan berbahasa Indonesia sederhana. Kemampuan itu dapat digali dari pengetahuan dan pengalaman berbahasa pada siswa. Pembelajaran membaca dapat ditumbuhkan melalui kegiatan bercakap/berbicara, imla dan menulis.
Untuk melaksanakan pengajaran membaca permulaan dikembangkan beberapa metode (Darmiyati & Budiasih, 1996/1997) sebagai berikut:

a.         Metode Abjad
Metode ini dimulai dengan pengenalan abjad “ a, b, c, d “dan seterusnya. Penggunaan metode ini menimbulkan kecenderungan untuk mengeja, yaitu membaca huruf demi huruf.
b.         Metode Bunyi
Pelaksanaannya hamper sama dengan metode abjad, tetapi huruf tidak disebut dengan nama abjadnya, melainkan dengan bunyinya. Metode ini menggunakan kata-kata lepas untuk latihan membaca. Misalnya:
Ma – ma
Na – ma
I – na 
c.         Metode kupas rangkai suku kata
Metode ini dimulai dengan pengenalan suku kata, contoh: ma ta – ma ta. Untuk memperkenalkan kata pada siswa diurai menjadi huruf, kemudian huruf dirangkaikan menjadi suku kata. Misalnya kata “nina” menjadi ni-na---n i n a- nina.
d.         Metode global
Metode ini timbul karena ada pengaruh aliran psikologi Gestalt. Menurut aliran ini, suatu kesatuan lebih bermakna dari pada jumlah bagian-bagiannya (Darmiyati & Budiasih, 1996/1997). Penggunaan metode ini yaitu siswa diperkenalkan dengan beberapa kalimat, kemudian mereka membacanya. Setelah itu salah satu kalimat diambil untuk diuraikan menjadi kata, kemudian kata diuraikan menjadi suku kata dan akhirnya menjadi huruf-huruf. Dengan pengenalan suku kata, kata dan huruf, siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat yang mengandung huruf-huruf tersebut. Penerapan metode ini mengakibatkan siswa hanya cenderung untuk menghafal kalimat.
Adapun langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan adalah sebagai berikut:
a)        Langkah I
Menentukan tujuan pokok bahasan. Tujuan tersebut dapat diambil dari Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Contoh adalah sebagai berikut:
Pokok bahasan          : Membaca permulaan
Uraian                                   : Membaca permulaan proses deskripsi tentang lingkungan keluarga yang menekankan pada huruf “O” dan huruf “I”.dalam uraian tersebut yaitu kemampuan membaca permulaan dan kemampuan melafalkan.

b)        Langkah II
Langkah berukit ini yaitu, mengembangkan bahan-bahan bacaan pelajaran. Caranya adalah harus memperhatikan huruf apa saja yang diajarkan. Dalam hal ini guru menyediakan kartu-kartu “kata” dan “huruf”. Disamping itu, guru harus menyiapkan gambar-gambar yang sesuai dengan kata. Misalnya, kata “papa” dan kata “bola”. Disamping kata papa dan kata bola itu hendaknya ada gambar seorang ayah dan gambar sebuah bola.
c)         Langkah III
Dalam hal ini guru harus menentukan metode yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan.
d)        Langkah IV
Dalam langkah ini, guru membuat kombinasi baru dengan kata, maupun suku kata dan huruf. Siswa diajak bermain dengan kata-kata tersebut. Misalnya membentuk suku kata ataupun kalimat, dengan huruf yang telah diajarkan oleh guru. Huruf-huruf tersebut adalah: a,I,n,m,e,p,u,b,o dan i. Siswa disuruh membuat berbagai kombinasi huruf sesuai dengan kata yang telah dikenalnya. Misalnya: “budi”, “didi”, “bali”, “ani” dan seterusnya. Disamping itu guru harus juga menyediakan macam-macam gambar atau benda yang sesuai dengan kata-kata tersebut.
e)        Langkah V
Guru menggunakan berbagai cara untuk pembelajaran membaca permulaan tersebut. Misalnya menyuruh siswa membaca kalimat baru yang menggunakan huruf-huruf yang sudah diajarkan. Memasang kartu kata atau kalimat dibawah gambar yang sesuai dengan kata atau kalimat. Hal tersebut dilakukan berulang-ulang sehingga siswa mengenal kata atau kalimat secara tepat dan benar. Apabila siswa sudah dapat membacanya kemudian memperkenalkan kata-kata atau kalimat-kalimat tersebut dengan “tulisan tegak bersambung”. Apabila guru terus menerus mensosialisasikan langkah-langkah membaca permulaan tersebut, maka dapat dikatakan siswa akan paham dalam membaca permulaan.


E.      Pembahasan
1.         Efektifitas bimbingan guru dalam membaca permulaan
Sebelum lanjut dengan pembahasan bagaimana guru membimbing siswa dalam membaca pemulaan, baiklah diketahui lebih dahulu apa yang dimaksud dengan kata efektifitas dan bimbingan. Efektifitas menurut KBBI (1995) yaitu keadaan yang menunjukkan sejauh mana pengaruh dari apa yang direncanakan dan dilaksanakan. Sedangkan bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu-individu dalam menentukan pilihan-pilihan dengan mengadakan berbagai penyesuaian secara bijkasana dengan lingkungannya (Djumhur & Surya, 1975:10).
Jadi yang dimaksud dengan efektifitas bimbingan guru adalah bagaimana cara guru memberikan bantuan yang tepat dalam membelajarkan siswa dalam hal ini pada membaca permulaan. Dalam pembelajaran membaca permulaan, guru hendaknya dapat menciptakan situasi yang dapat merangsang siswa untuk membaca. Guru dapat mengali minat, kebutuhan, dan bakat membaca para siswa. Pembelajaran hendaknya didasarkan pada potensi yang dimiliki oleh para siswa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (1984), bahwa kemampuan membaca seseorang tidaklah diperoleh begitu saja tetapi melalui belajar dan latihan, bimbingan dari guru yang berwenang dan memiliki kualitas. Jadi semakin banyak guru mengadakan kegiatan membimbing , maka akan semakin baik pula kemampuan membaca siswa.
Agar kemampuan membaca dapat terlaksana secara baik, maka pada kegiatan pembelajaran membaca permulaan pertama hendaknya guru bercakap-cakap dengan siswa untuk mengetahi latar belakang pengalaman membaca. Kemudian guru merangsang proses berpikir siswa untuk mengungkapkan pengalaman membaca mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui bertanya jawab, bercerita, menunjukkan gambar, menunjukkan benda. Kemudian siswa dibimbing untuk dapat mengungkapkan idenya dalam bentuk kata atau kalimat. Guru menuliskan kalimat-kalimat yang diungkapkan oleh siswa di papan tulis, dengan maksud untuk mengenalkan tulisan dan cara menulis kepada siswa. Guru harus tetap memberikan penguatan atas kalimat atau kata dari siswa. Semua siswa diberikan kesempatan untuk membaca di papan tulis. Apabila hal ini dilakukan secara terus menerus, maka pembelajaran membaca permulaan akan terlaksana secara baik dan tepat.
2.         Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan dalam membaca permulaan:
a)        Siswa tidak dapat membedakan huruf
Pada umumnya para siswa mengacaukan huruf d dan b, huruf k dan h. dimana siswa tidak dapat melakukan decoding, yaitu membaca tulisan dengan bunyinya. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya guru menyiapkan dua buah kartu yang bertuliskan huruf d dan huruf b, atau kartu yang bertuliskan huruf k dan huruf h, kemudian siswa disuruhmembaca huruf-huruf tersebut secara berulang-ulang sesuai bunyinya. Mula-mula secara perlahan kemudian makin lama makin cepat.dengan cara ini siswa akan dapat membedakan huruf-huruf tersebut. Cara yang lain adalah siswa disuruh mengamati tiap  dan kemudian menuliskan bentuk huruf tersebut di papan tulis. Selanjutnya guru hanya menyebutkan huruf tanpa memperlihatkan kartu huruf dan siswa diminta untuk menuliskannya kemudian membacanya.
b)        Tidak dapat mengucapkan kata dengan benar
Di kelas II SD banyak ditemukan siswa yang tidak dapat mengucapkan kata dengan benar dalam hal ini salah satu ucap misalnya kata “ya” diucapkan “iyo”. Pengucapan yang salah ini disebabkan karena pengaruh dialek daerahnya. Selain itu ditemui juga siswa yang tidak mampu mengucapkan kata secara benar karena kelainan alat ucapnya atau keterlambatan perkembangan jasmaninya ataupun intelektualnya. Untuk mengatasi hal ini, hendaknya guru selalu memberikan contoh yang tepat pada pengucapan kata-kata, disaat kegiatan hindari pelafalan kata-kata dengan menggunakan dialek bahasa daerah setempat.
c)         Melompati bagian yang harus dibaca
Hal ini terjadi karena siswa tidak dapat memindahkan tatapan mata dengan tepat dari kiri kekanan  secara teratur sesuai dengan urutan tulisan yang harus dibaca. Akibatnya siswa tidak dapat membaca tulisan secara keseluruhan, tetapi hanya membaca yang kebetulan dilihatnya. Misalnya kalimat “ibu Didi membawa baju”. Siswa hanya membaca “ibu membawa baju” kata Didi terlepas dari tangkapan matanya. Cara guru untuk mengatasi hal ini adalah guru membacakan sebuah cerita pendek secara berulang kemudian siswa disuruh memperhatikan secara seksama. Setelah itu guru menunjuk siswa-siswa secara bergantian membacakan kembali cerita tersebut sambil guru memperhatikannya. Hal tersebut harus dilaksanakan secara berulang-ulang sampai siswa dapat membaca tanpa ada kata yang terlewati. Dalam kegiatan pembelajaran ini diperlukan kesabaran seorang guru dalam membimbing siswanya.
d)        Membaca dengan menghafal
Banyak didapati siswa yang cara membacanya nyaring dan cepat. Siswa membaca dengan lancer seperti bernyanyi atau bercerita dari awal sampai akhir bacaan. Namun setelah guru menunjuk kata-kata dan kalimat-kalimat secara acak, kemudian menyuruh membacanya ternyata siswa tidak dapat membacanya. Jadi ternyata siswa-siswa tersebut membaca tanpa melihat tulisan yan dibacanya, dalam hal ini siswa-siswa tersebut membaca dengan menghafal saja. Untuk mengatasi hal hal tersebut guru hendaknya membuat katu kata atau kartu kalimat yang sesuai dengan kalimat-kalimat dalam bacaan. Demikian pula guru hendaknya menyiapkan alat peraga langsung ataupun gambar-gambar yang sesuai dengan isi bacaan. Disaat membacakan kartu kata atau kalimat hendaknya guru meletakkan kartu-kartu tersebut dibawah alat peraga langsung maupun yang berbentuk gambar-gambar. Disaat guru membaca, siswa-siswa harus memperhatikan. Untuk selanjutnya gambar dihilangkan dan siswa disuruh membacanya. Untuk mengetahui apakah benar-benar siswa sudah tahu membaca maka guru mengacak kartu-kartu kata maupun kalimat kemudian menyuruh siswa mencari kata atau kalimat yang sesuai dengan apa yang dibaca oleh guru. Apabila hal tersebut dilakukan secara berulang, maka siswa tidak lagi membaca dengan cara menghafal tetapi sudah benar-benar mengenal kata atau kalimat yang dibaca. Hal ini dapat dilakukan secara perorangan, kelompok maupun klasikal.
e)        Kesulitan dalam intonasi
Hal ini terjadi pada siswa yang belum paham arti tanda baca seperti: titik (.), koma (,), tanda seru (!), tanda Tanya (?). Akibatnya siswa tidak dapat mengatur alunan suara baik tinggi maupun rendah, sehingga disaat membaca dari awal sampai akhir tanpa ada intonasi. Dalam menghadapi siswa yang kesulitan dalam intonasi caranya guru menceritakan suatu wacana dimana dalam wacana tersebut ditemui tanda-tanda baca. Dalam membacakan waacana tersebut, guru harus menjelaskan dan memberikan contoh intonasi bila ditanda titik harus berhenti, demikian pula ditanda-tanda bacaan yang lain.sesudah itu guru memanggil beberapa orang siswa untuk mendemonstrasikan bagaimana cara membaca apabila menemui tanda titik, koma, tanda tanya, tanda seru. Apabila terdapat kekeliruan maka guru langsung memperbaikinya. Hal tersebut dapat dilakukan berulang kali sehingga siswa dapat membedakan arti tanda-tanda baca tersebut.
f)           Faktor lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi siswa dalam belajar, dimana kalau tidak ada motivasi dari orang tua ataupun keluarga lainnya siswa tidak akan bersemangat ataupun tidak termotivasi untuk belajar membaca. Demikian pula lingkungan sekolah sangat berperan dalam menunjang siswa dalam belajar membaca. Apabila penggunaan strategi dan metode mengajar yang diterapkan oleh guru tidak tepat, maka akan menyebabkan kesulitan dalam membaca permulaan.
Untuk itu di dalam rumah hendaknya orang tua menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta pemberian bimbingan yang terus menerus. Dalam lingkungan sekolah juga guru harus pandai memilih strategi dan metode pembelajaran yang tepat agar siswa mudah menyerap apa yang diajarkan oleh guru.






F.        Kesimpulan dan Saran
1.         Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a)      Dalam pembelajaran membaca permulaan digunakan beberapa metode yaitu:
ü  Metode abjad
ü  Metode bunyi
ü  Metode kupas rangkai kata
ü  Metode global
b)      Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan membaca permulaan:
Ø  Siswa tidak dapat membedaka huruf
Ø  Siswa tidak dapat mengucapkan kata dengan benar
Ø  Melompati bagian yang harus dibaca
Ø  Membaca dengan menghafal
Ø  Kesulitan dalam intonasi
Ø  Faktor lingkungan
c)       Dalam membaca permulaan bimbingan guru sangat berperan terhadap keberhasilan siswa. Karena dengan diberikan bimbingan yan efektif maka siswa dapat mengembangkan kemampuan dan kecakapannya secara penuh sesuai dengan apa yang diinginkan.







2.         Saran
Saran-saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
Ø  Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca permulaan khusus di kelas II, hendaknya guru memperhatikan kesulitan-kesulitan dalam membaca permulaan yang dihadapi oleh siswa. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut hendaknya guru memberikan bimbingan secara terus menerus
Ø  Materi pembelajaran membaca permulaan di kelas II SD hendaknya dipersiapkan secara matang dengan memperhatikan strategi dan metode pembelajaran yang baik dan tepat
Ø  Dalam pembelajaran membaa permulaan hendaknya banyak mennggunakan alat peraga, agar siswa selalu terangsang untuk belajar membaca.













Daftar Pustaka

Darmiyati, Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997. Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di kelas rendah. Jakarta: Depdikbud.
Djumhur dan Surya. 1975. Bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Haryadi dan Zamzani. 1996/1997. Peningkatan keterampilan berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Sabarti, Akhadiah, dkk. 1991/1992. Bahasa Indonesia I, II, III. Jakarta: Depdikbud, Dikti, pembinaan tenaga kependidikan.
Suwaryono, Wirjodijoyo. 1989. Membaca: strategi pengantar dan tekniknya. Jakarta: Depdikbud, Dikti.
Tarigan, Henry G. 1984. Keterampilan berbahasa. Bandung: Angkasa
Wawan, Gunawan. 1994. Model pengajaran membaca permulaan. Jambi: Universitas Jambi.
Wardani. 1995. Pengajaran bahasa Indonesia bagi anak yang berkesulitan belajar. Jakarta: Depdikbud, Dikti, proyek pendidikan tenaga guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar